Thursday, January 24, 2013

Approaching Remediation

"REMEDIATION TECHNOLOGIES : Improving Skill to Identifying Contaminants"


    1. Teknologi Remediasi
  • Percussion Hammer
Sistem pengambilan sampel tanah hingga kedalaman antara 5 sampai 10 meter dan diaplikasikan pada jenis tanah yang tidak terlalu keras, biasanya untuk penelitian tentang pencemaran tanah, distribusi ukuran butir tanah, klasifikasi tanah, deskripsi profil, dll. Putaran yang digunakan searah jarum jam, walaupun terjadi macet pada saat penggalian. Kecepatan antara 10–20 rpm, karena apabila lebih dari itu, akan terjadi kerusakan tanah. Kelengkapan peralatan keamanan yang dibutuhkan adalah pemadam kebakaran, lampu, peralatan K3,  serta baju dan peralatan pengaman tubuh.



  • Plume Characterisation
Karakteristik plume (aliran pencemar) merupakan suatu kegiatan yang diperlukan dalam remediasi tanah guna menentukan  teknik remediasi yang sesuai.  Teknik eksplorasi untuk menentukan karakteristik plume ini terdapat tiga teknik yaitu :
1.        Scattered Point
       Teknik eksplorasi ini dilakukan dengan menentukan titik sampling secara acak. Kemudian dari titik sampling yang acak tersebut diperiksa di titik mana terdapat pencemar. Hasil temuan dari sampling tersebut dianalisa untuk mengetahui karakterisitik aliran dan arah aliran pencemar.
2.       Grid Base
Teknik eksplorasi dilakukan dengan menentukan titik sampling dengan membentuk grid. Kemudian diperiksa titik sampling tersebut dan dianalisa untuk menentukan karakteristik dan aliran dari plume.
3.       Along the profile
Teknik eksplorasi ini dilakukan dengan menentukan titik sampling dengan menentukan titik sampling sesuai dengan profil dari plume.



  • Cement Based Slurry Wall
Cement Based Slurry Wall adalah jenis dinding yang menggunakan semen-bentonit sebagai backfill yang permanen. Dinding semen-bentonit menguntungkan untuk tanah yang kurang cocok untuk pengurukan, tersedia cukup ruang untuk pencampuran pengurukan, area memiliki lereng yang curam, atau area memerlukan dinding yang sangat kuat (kekuatan geser) (Gerber et al, 1994.)
Namun, dinding semen-bentonit cenderung lebih permeabel dibandingkan dinding tanah-bentonit. Permeabilitas dinding semen-bentonit berkisar dari 10-5 - 10-6 cm/s, dan permeabilitas yang diperlukan untuk remediasi adalah minimal 10-7 cm/s. Dinding ini biasanya terdiri dari campuran semen Portland dan bentonit tanah liat. Bentonit ini dicampur dengan air menghasilkan slurry terhidrasi sekitar 6% berat bentonit. Semen ditambahkan sesaat sebelum memompa lumpur ke dalam parit. Isi semen biasanya 10 - 20% berat (Mutch et al, 1997.) Alternatif pengerasan lain adalah dengan memasukkan ground-blast slag dengan semen untuk meningkatkan impermeabilities ke 10-7 - 10-8 cm / s. Penambahan terak juga dapat meningkatkan ketahanan kimia dan kekuatan dinding. Biasanya, rasio pencampuran semen Portland terak adalah 3:1 atau 4:1 (Mutch et al., 1997).


  • Pump and Treat
Metode ini merupakan metode umum yang digunakan untuk remediasi tanah secara ek-situ. Yaitu dengan memompakan kontaminan ke atas tanah dan mengolahnya. Pengolahan dapat berbagai macam, antara lain dengan metode Air stripping, Carbon adsorption, Precipitation, Chemical oxidation, atau Bioreactors. Beberapa faktor yang menghalangi penggunaan sistem pompa dan olah ini, antara lain:
1.    Sistem ekstraksi tidak dapat secara efektif mengsirkulasikan air tanah di aquifer tercemar bila material aquifer berupa tanah yang sangat heterogen dengan kadar material permeabilitas rendah atau sedang.
2.    Kemampuan menyisihkan massa kontaminan dibatasi oleh keberlanjutan sumber kontaminasi. Sumber-sumber ini berupa kontaminan perlindian dari tanah tak jenuh, kontaminasi absorpsi padatan aquifer, atau NAPL. DNAPL adalah sumber pencemar kontinyu yang bermasalah
3.    Desain sistem ekstraksi dapat saja tidak mencukupi atau sesuai. Sistem mungkin saja terlalu kecil karena karakterisasi data awal yang tidak tepat. Dalam beberapa kasus, kondisi alamiah mempersulit perancangan sistem yang dapat mengatur gradien air tanah. Kondisi alamiah inilah yang meliputi debit air tanah yang terlalu besar, atau material aquifer yang terlalu heterogen.


  • Air Stripping
Air stripping merujuk pada perubahan fase kontaminan dari cair ke gas yang terjadi saat air yang mengandung senyawa organik volatil (VOC) direaksikan dengan  udara. Dengan kata lain, kontaminan dihembuskan dari air ke udara. Air stripping efektif menyisihkan VOC seperti hidrokarbon ringan, benzene dan senyawa mudah menguap serta chlorinated etylen. Senyawa yang mudah bercampur atau tidak mudah menguap akan sulit untuk disisihkan. Pengolahan ini tergantung pada mudah laritnya atau kelarutan senyawa kontaminan, desain striper, dan efisiensi operasional. Dua jenis strippe yang sering dipakai adalah packed tower dan tray strippers. Demikian juga tangki aerasi atau desain lainnya.

  • Soil Vapor Extraction
       Soil vapor extraction (SVE) adalah proses remediasi tanah secara in situ dimana kontaminasi dihilangkan dari tanah dengan membawanya keluar melalui media seperti udara atau uap. Uap tanah yang diekstrak dipisahkan antara cair dan uap, dan setiap aliran diolah apabila diperlukan. SVE cocok untuk menghilangkan berbagai kontamina dengan tekanan uap yang tinggi atau titik didih yang rendah dibandingkan air, seperti chlorinated solvent. SVE dapat mengatasi konsentasi yang tinggi dari kontaminan termasuk kontamina dalam bentuk NAPL  (Non Aqueous Phase Liquid). SVE dikarakterisasi sebagai teknik remediasi yang efektif dan cepat. Media untuk transportasi kontaminan adalah media dimana kontaminan dihilangkan yaitu udara dan uap air. Ini dapat diinjeksikan ke dalam tanah, atau dibuat secara in situ untuk kasus-kasus tertentu.
Tanah menguap yang diekstrak didinginkan jika deperlukan dan dipisahkan antara cairan dan uap air. Design dari sistem pengolahan harus memperhatikan konsentrasi kontaminan yang diperkirakan di setiap fase. Untuk fase cair, pengolahan yang paling umum adalah dengan mengalirkannya ke sistem granulated activated carbon (GAC), dan kemudian mengalirkannya ke badan air. Untuk fase uap, ada pengolahan yang umum berupa:
1.    Mengalirkan uap ke sistem GAC,
2.    Membakarnya dalam thermal oxidizer atau
3.    Mengkondensasikan uap ke dalam bentuk NAPL untuk digunakan kembali.

  • Phytoremediation
Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris phytoremediation; kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton (="tumbuhan") dan remediation yanmg berasal dari kata Latin remedium (="menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan") (Anonimous, 1999b). Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik. Fitoremediasi dapat dibagi menjadi fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, fitovolatilisasi. Fitoekstraksi mencakup penyerapan kontaminan oleh akar tumbuhan dan translokasi atau akumulasi senyawa itu ke bagian tumbuhan seperti akar, daun atau batang. Rizofiltrasi adalah pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerap, mengendapkan, dan mengakumulasi logam dari aliran limbah. Fitodegradasi adalah metabolisme kontaminan di dalam jaringan tumbuhan, misalnya oleh enzim dehalogenase dan oksigenase. Fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya senyawa kimia tertentu untuk mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer. Fitovolatilisasi terjadi ketika tumbuhan menyerap kontaminan dan melepasnya ke udara lewat daun; dapat pula senyawa kontaminan mengalami degradasi sebelum dilepas lewat daun. 



2. Peralatan yang Digunakan

  • Hammer
Hamer adalah alat yang digunakan untuk memberikan tumbukan kepada benda. Palu umum digunakan untuk memaku, memperbaiki suatu benda, penempaan logam dan menghancurkan suatu obyek. Palu dirancang untuk tujuan tertentu dengan variasi dalam bentuk dan struktur. Bentuk umum palu terdiri dari gagang palu dan kepala palu, dengan sebagian besar berat berada di kepala palu. Desain dasar palu agar mudah digunakan, tetapi ada juga model palu mekanis yang dioperasikan untuk keperluan yang lebih besar. Palu besar dalam Bahasa Indonesia disebut dengan godam.
Untuk kegiatan remediasi palu atau hammer yang digunakan adalah hammer drill yang digunakan untuk mengebor tanah. Pengeboran ini dilakukan untuk mendapatkan sampel tanah tersebut dengan menggunakan metode percussion hammer. Hammer drill adalah hammer atau palu yang bersifat mekanis.    


  • Ceramic Tube
Ceramic dosimeter adalah salah satu alat sampling yan digunakan untuk melaksanakan sampaling pasif dimana alat ini bisa digunakan untuk mensampling air permukaan dan air tanah. Dosimeter terdiri dari ceramic tube yang mengandung absorbent yang sesuai. Pori pada membran keramik mengontrol difusi flux dan diperlukan kalibrasi pada metode sampling ini. Metode sampling dengan menggunakan dosimeter ini telah dikembangkan dan dicoba pada polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH), volatile chlorinated hydrocarbons, dan volatile aromatic compounds (BTEX), tetapi juga dapat digunakan pada kontaminan cair organik dan anorganik lainnya. Selama proses pengamatan senyawa terakumulasi dengan adsorbent berbanding linear dengan waktu dan solvent terektraksi untuk dikuantifikasi.  
Dosimeter dapat dibuat berdasarkan design yang berbeda, contohnya menggunakan air yang tersaturasi atau dry absorbent bed. Dalam  kedua hal ini, kontaminan terakumulasi secara difusi dari kontak dengan air melalui membran ke dalam adsorbent bed. Kontaminan terakumulasi terhadap waktu, tergantung pada gradien konsentrasi dan efektifitas koefisien transfer masa melalui membran.

  • Adsorbent Material
Adsorbent material adalah material yang dapat mengurangi atau menyerap kontaminan yang terdapat pada cairan atau air yang terkontaminasi. Berbagai material penyerap dapat digunakan untuk  menyerap kontaminan. Absorbent material dapat ada yang berbentuk organik dan anorganik. Material organik yang merupakan absorbent material antara lain kulit pohon, gambut, ampas tebu, gabus, bulu ayam, jerami, wol, dan rambut manusia, sedangkan material anorganik berupa vermiculite and pumice, material sintetis seperti polypropylene. Material sorbent sintetis merupakan sorbent yang paling baik untuk mengatasi tumpahan minyak.
Material absorbent dipasarkan dalam berbagai bentuk sesuai dengan komposisi dan kegunaannya. Materila absorbent yang dipasarkan dapat dikategorikan menjadi 4 jenis yaitu
1.    Bulk, absorbent dalam bentuk ini berguna untuk mengolah tumpahan minyak di tanah yang jumlahnya sedikit.
2.  Enclosed sorbent, adalah bentuk sorbent bulk yang tertutup di bagian luar secara fabrikasi membentuk net agar mempermudah mengontrolnya.
3.    Continuous sorbent adalah bentuk dari sorbent yang mirip dengan enclosed tetapi berbeda dalam hal homogenitas, dimana continuous sorbent memiliki homogenitas yang lebih besar dibandingkan enclosed sorbent. Continuous sorbent hanya dapat dibentuk dengan menggunakan bahan sintetis yang utama polypropylene.
4.    Fiber dibuat dari sintetis polypropylene, efektif sesuai cuaca dan untuk kekantalan minyak yang tinggi.


Note : Banyak Metode yang digunakan untuk meremediasi suatu lahan yang tercemar oleh kontaminan. Pada blog ini dikhususkan pada lahan yang tercemar oleh kontaminan minyak mentah (hidrokarbon) dengan harga yang relatif murah. 


No comments:

Post a Comment