"REMEDIATION TECHNOLOGIES : Improving Skill to Identifying Contaminants"
- Teknologi Remediasi
- Percussion Hammer
Sistem
pengambilan sampel tanah hingga kedalaman antara 5 sampai 10 meter dan
diaplikasikan pada jenis tanah yang tidak terlalu keras, biasanya untuk
penelitian tentang pencemaran tanah, distribusi ukuran butir tanah, klasifikasi
tanah, deskripsi profil, dll. Putaran yang digunakan searah jarum jam, walaupun
terjadi macet pada saat penggalian. Kecepatan antara 10–20 rpm, karena apabila
lebih dari itu, akan terjadi kerusakan tanah. Kelengkapan peralatan keamanan
yang dibutuhkan adalah pemadam
kebakaran, lampu, peralatan K3, serta
baju dan peralatan pengaman tubuh.
- Teknologi Remediasi
- Plume Characterisation
Karakteristik
plume (aliran pencemar) merupakan suatu kegiatan yang diperlukan dalam remediasi
tanah guna menentukan teknik remediasi
yang sesuai. Teknik eksplorasi untuk
menentukan karakteristik plume ini terdapat tiga teknik yaitu :
1.
Scattered Point
Teknik eksplorasi ini dilakukan dengan menentukan titik sampling secara acak. Kemudian dari titik sampling yang acak tersebut diperiksa di titik mana terdapat pencemar. Hasil temuan dari sampling tersebut dianalisa untuk mengetahui karakterisitik aliran dan arah aliran pencemar.
Teknik eksplorasi ini dilakukan dengan menentukan titik sampling secara acak. Kemudian dari titik sampling yang acak tersebut diperiksa di titik mana terdapat pencemar. Hasil temuan dari sampling tersebut dianalisa untuk mengetahui karakterisitik aliran dan arah aliran pencemar.
2.
Grid Base
Teknik eksplorasi dilakukan dengan menentukan titik sampling
dengan membentuk grid. Kemudian diperiksa titik sampling tersebut dan dianalisa
untuk menentukan karakteristik dan aliran dari plume.
3.
Along the profile
Teknik eksplorasi ini dilakukan dengan menentukan titik
sampling dengan menentukan titik sampling sesuai dengan profil dari plume.
- Cement Based Slurry Wall
Cement Based
Slurry Wall adalah jenis dinding yang menggunakan semen-bentonit sebagai backfill yang permanen. Dinding
semen-bentonit menguntungkan untuk tanah yang kurang cocok untuk pengurukan,
tersedia cukup ruang untuk pencampuran pengurukan, area memiliki lereng yang
curam, atau area memerlukan dinding yang sangat kuat (kekuatan geser) (Gerber
et al, 1994.)
Namun, dinding semen-bentonit
cenderung lebih permeabel dibandingkan dinding tanah-bentonit. Permeabilitas
dinding semen-bentonit berkisar dari 10-5 - 10-6 cm/s,
dan permeabilitas yang diperlukan untuk remediasi adalah minimal 10-7
cm/s. Dinding ini biasanya terdiri dari campuran semen Portland dan bentonit
tanah liat. Bentonit ini dicampur dengan air menghasilkan slurry terhidrasi sekitar 6% berat bentonit. Semen ditambahkan
sesaat sebelum memompa lumpur ke dalam parit. Isi semen biasanya 10 - 20% berat
(Mutch et al, 1997.) Alternatif pengerasan lain adalah dengan memasukkan ground-blast slag dengan semen untuk
meningkatkan impermeabilities ke 10-7 - 10-8 cm / s.
Penambahan terak juga dapat meningkatkan ketahanan kimia dan kekuatan dinding.
Biasanya, rasio pencampuran semen Portland terak adalah 3:1 atau 4:1 (Mutch et
al., 1997).
- Pump and Treat
Metode ini merupakan metode umum
yang digunakan untuk remediasi tanah secara ek-situ. Yaitu dengan memompakan
kontaminan ke atas tanah dan mengolahnya. Pengolahan dapat berbagai macam,
antara lain dengan metode Air stripping,
Carbon adsorption, Precipitation, Chemical oxidation, atau Bioreactors. Beberapa faktor yang
menghalangi penggunaan sistem pompa dan olah ini, antara lain:
1. Sistem
ekstraksi tidak dapat secara efektif mengsirkulasikan air tanah di aquifer
tercemar bila material aquifer berupa tanah yang sangat heterogen dengan kadar
material permeabilitas rendah atau sedang.
2. Kemampuan
menyisihkan massa kontaminan dibatasi oleh keberlanjutan sumber kontaminasi.
Sumber-sumber ini berupa kontaminan perlindian dari tanah tak jenuh,
kontaminasi absorpsi padatan aquifer, atau NAPL. DNAPL adalah sumber pencemar
kontinyu yang bermasalah
3. Desain
sistem ekstraksi dapat saja tidak mencukupi atau sesuai. Sistem mungkin saja
terlalu kecil karena karakterisasi data awal yang tidak tepat. Dalam beberapa
kasus, kondisi alamiah mempersulit perancangan sistem yang dapat mengatur
gradien air tanah. Kondisi alamiah inilah yang meliputi debit air tanah yang
terlalu besar, atau material aquifer yang terlalu heterogen.
- Air Stripping
Air
stripping merujuk pada perubahan fase kontaminan dari cair ke gas yang terjadi
saat air yang mengandung senyawa organik volatil (VOC) direaksikan dengan udara. Dengan kata lain, kontaminan
dihembuskan dari air ke udara. Air stripping efektif menyisihkan VOC seperti
hidrokarbon ringan, benzene dan senyawa mudah menguap serta chlorinated etylen.
Senyawa yang mudah bercampur atau tidak mudah menguap akan sulit untuk
disisihkan. Pengolahan ini tergantung pada mudah laritnya atau kelarutan
senyawa kontaminan, desain striper, dan efisiensi operasional. Dua jenis
strippe yang sering dipakai adalah packed tower dan tray strippers.
Demikian juga tangki aerasi atau desain lainnya.
- Soil Vapor Extraction
Tanah
menguap yang diekstrak didinginkan jika deperlukan dan dipisahkan antara cairan
dan uap air. Design dari sistem pengolahan harus memperhatikan konsentrasi
kontaminan yang diperkirakan di setiap fase. Untuk fase cair, pengolahan yang
paling umum adalah dengan mengalirkannya ke sistem granulated activated carbon
(GAC), dan kemudian mengalirkannya ke badan air. Untuk fase uap, ada pengolahan
yang umum berupa:
1. Mengalirkan
uap ke sistem GAC,
2. Membakarnya
dalam thermal oxidizer atau
3. Mengkondensasikan
uap ke dalam bentuk NAPL untuk digunakan kembali.
- Phytoremediation
Istilah fitoremediasi berasal
dari kata Inggris phytoremediation; kata ini sendiri tersusun atas dua bagian
kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton (="tumbuhan") dan
remediation yanmg berasal dari kata Latin remedium (="menyembuhkan",
dalam hal ini berarti juga "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki
kesalahan atau kekurangan") (Anonimous, 1999b). Dengan demikian
fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan,
memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa
organik maupun anorganik. Fitoremediasi dapat dibagi menjadi fitoekstraksi, rizofiltrasi,
fitodegradasi, fitostabilisasi, fitovolatilisasi. Fitoekstraksi mencakup
penyerapan kontaminan oleh akar tumbuhan dan translokasi atau akumulasi senyawa
itu ke bagian tumbuhan seperti akar, daun atau batang. Rizofiltrasi adalah
pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerap, mengendapkan, dan
mengakumulasi logam dari aliran limbah. Fitodegradasi adalah metabolisme
kontaminan di dalam jaringan tumbuhan, misalnya oleh enzim dehalogenase dan
oksigenase. Fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya senyawa kimia
tertentu untuk mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer. Fitovolatilisasi
terjadi ketika tumbuhan menyerap kontaminan dan melepasnya ke udara lewat daun;
dapat pula senyawa kontaminan mengalami degradasi sebelum dilepas lewat daun.
2. Peralatan yang Digunakan
- Hammer
Hamer adalah alat yang digunakan untuk memberikan tumbukan kepada
benda. Palu umum digunakan untuk memaku, memperbaiki suatu benda, penempaan
logam dan menghancurkan suatu obyek. Palu dirancang untuk tujuan tertentu
dengan variasi dalam bentuk dan struktur. Bentuk umum palu terdiri dari gagang
palu dan kepala palu, dengan sebagian besar berat berada di kepala palu. Desain
dasar palu agar mudah digunakan, tetapi ada juga model palu mekanis yang
dioperasikan untuk keperluan yang lebih besar. Palu besar dalam Bahasa
Indonesia disebut dengan godam.
Untuk
kegiatan remediasi palu atau hammer yang digunakan adalah hammer drill yang
digunakan untuk mengebor tanah. Pengeboran ini dilakukan untuk mendapatkan
sampel tanah tersebut dengan menggunakan metode percussion hammer. Hammer drill
adalah hammer atau palu yang bersifat mekanis. - Ceramic Tube
Ceramic dosimeter adalah salah
satu alat sampling yan digunakan untuk melaksanakan sampaling pasif dimana alat
ini bisa digunakan untuk mensampling air permukaan dan air tanah. Dosimeter
terdiri dari ceramic tube yang mengandung absorbent yang sesuai. Pori pada
membran keramik mengontrol difusi flux dan diperlukan kalibrasi pada metode
sampling ini. Metode sampling dengan menggunakan dosimeter ini telah
dikembangkan dan dicoba pada polycyclic
aromatic hydrocarbons (PAH), volatile
chlorinated hydrocarbons, dan volatile
aromatic compounds (BTEX), tetapi juga dapat digunakan pada kontaminan cair
organik dan anorganik lainnya. Selama proses pengamatan senyawa terakumulasi
dengan adsorbent berbanding linear dengan waktu dan solvent terektraksi untuk
dikuantifikasi.
Dosimeter dapat dibuat
berdasarkan design yang berbeda, contohnya menggunakan air yang tersaturasi
atau dry absorbent bed. Dalam kedua hal
ini, kontaminan terakumulasi secara difusi dari kontak dengan air melalui
membran ke dalam adsorbent bed. Kontaminan terakumulasi terhadap waktu,
tergantung pada gradien konsentrasi dan efektifitas koefisien transfer masa
melalui membran.
- Adsorbent Material
Adsorbent
material adalah material yang dapat mengurangi atau menyerap kontaminan yang
terdapat pada cairan atau air yang terkontaminasi. Berbagai material penyerap
dapat digunakan untuk menyerap
kontaminan. Absorbent material dapat ada yang berbentuk organik dan anorganik.
Material organik yang merupakan absorbent material antara lain kulit pohon, gambut,
ampas tebu, gabus, bulu ayam, jerami, wol, dan rambut manusia, sedangkan
material anorganik berupa vermiculite and pumice, material sintetis seperti polypropylene. Material sorbent sintetis
merupakan sorbent yang paling baik untuk mengatasi tumpahan minyak.
Material
absorbent dipasarkan dalam berbagai bentuk sesuai dengan komposisi dan
kegunaannya. Materila absorbent yang dipasarkan dapat dikategorikan menjadi 4
jenis yaitu
1. Bulk, absorbent dalam bentuk ini berguna untuk mengolah
tumpahan minyak di tanah yang jumlahnya sedikit.
2. Enclosed sorbent, adalah bentuk sorbent bulk yang tertutup di
bagian luar secara fabrikasi membentuk net agar mempermudah mengontrolnya.
3. Continuous sorbent adalah bentuk dari sorbent yang mirip dengan
enclosed tetapi berbeda dalam hal homogenitas, dimana continuous sorbent
memiliki homogenitas yang lebih besar dibandingkan enclosed sorbent. Continuous
sorbent hanya dapat dibentuk dengan menggunakan bahan sintetis yang utama
polypropylene.
4. Fiber dibuat
dari sintetis polypropylene, efektif
sesuai cuaca dan untuk kekantalan minyak yang tinggi.
Note : Banyak Metode yang digunakan untuk meremediasi suatu lahan yang tercemar oleh kontaminan. Pada blog ini dikhususkan pada lahan yang tercemar oleh kontaminan minyak mentah (hidrokarbon) dengan harga yang relatif murah.